CCTV

Senin, 21 Juli 2014

Softskill 3 : Kasus Pelanggaran UUD ITE



Pelanggaran Penyadapan Australia Dari Aspek UU Telekomunikasi Dan UU ITE
(Jakarta, 18 November 2013). Menanggapi sejumlah pemberitaan hari ini terkait dengan beberapa kali tindakan penyadapan yang dilakukan oleh Australia terhadap sejumlah pejabat pemerintah Indonesia, bersama ini disampaikan sikap dan pandangan Kementerian Kominfo sebagai berikut:
1. Kementerian Kominfo searah dengan penyataan Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa dalam jumpa persnya pada tanggal 18 November 2013 sangat menyesalkan tindakan penyadapan yang dilakukan oleh Australia.
2. Untuk langkah selanjutnya, Kementerian Kominfo akan menunggu langkah-langkah berikutnya dari Kementerian Luar Negeri mengingat penanganan masalah tersebut “leading sector”-nya adalah Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia.
3. Sikap sangat keprihatinan dan sangat kecewa yang ditunjukkan oleh Kementerian Kominfo ini selain berdasarkan aspek hubungan diplomatik, juga karena mengacu pada aspek hukum, karena bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, yaitu UU No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi dan UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
4. Pasal 40 UU Telekomunikasi menyebutkan, bahwa setiap orang dilarang melakukan kegiatan penyadapan atas informasi yang disalurkan melaiui jaringan telekomunikasi dalam bentuk apapun. Demikian pula Pasal 31 ayat UU ITE menyebutkan ayat (1) bahwa setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atau penyadapan atas informasi elektronik dan / atau dokumen elektronik dalam suatu komputer dan / atau elektronik tertentu milik orang lain; dan ayat (2) bahwa setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atas transmisi informasi elektronik dan / atau dokumen elektronik yang tidak bersifat publik dari, ke, dan di dalam suatu komputer dan / atau dokumen elektronik tertentu milik orang lain, baik yang tidak menyebabkan perubahan apapun maupun yang menyebabkan adanya perubahan, penghilangan dan / atau penghentian informasi elektronik dan / atau dokumen elektronik yang sedang ditransmisikan.
5. Memang benar, bahwa dalam batas-batas dan tujuan tertentu, penyadapan dapat dimungkinkan untuk tujuan-tujuan tertentu tetapi itupun berat pesyaratannya dan harus izin pimpinan aparat penegak hukum, sebagaimana disebutkan pada Pasal 42 UU Telekomunikasi menyebutkan (ayat 1), bahwa penyelenggara jasa telekomunikasi wajib merahasiakan informasi yang dikirim dan atau diterima oleh pelanggan jasa telekomunikasi melalui jaringan telekomunikasi dan atau jasa telekomunikasi yang diselenggarakannya; dan ayat (2) bahwa untuk keperluan proses peradilan pidana, penyelenggara jasa telekomunikasi dapat merekam informasi yang dikirim dan atau diterima oleh penyelenggara jasa telekomunikasi serta dapat memberikan informasi yang diperlukan atas: a. permintaan tertulis Jaksa Agung dan atau Kepala Kepolisian Republik Indonesia untuk tindak pidana tertentu; b. permintaan penyidik untuk tindak pidana tertentu sesuai dengan Undang-undang yang berlaku. Demikian pula kemungkinan penyadapan yang dibolehkan dengan syarat yang berat pula yang diatur dalam Pasal 31 ayat (3) UU ITE yang menyebutkan, bahwa kecuali intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), intersepsi yang dilakukan dalam rangka penegakan hukum atas permintaan kepolisian, kejasaan, dan / atau institusi penegak hukum lainnya yang dilakukan berdasarkan undang-undang.
6. Ancaman pidana terhadap kegiatan penyadapan adalah sebagaimana diatur dalam Pasal 56 UU Telekomunikasi yaitu penjara maksimal 15 tahun penjara dan Pasal 47 UU ITE yaitu penjara maksimal 10 tahun penjara dan atau denda paling banyak Rp 800.000.000,-
7. Memang benar, bahwa misi diplomatik asing dimungkinkan untuk memperoleh kekebalan diplomatik sebagaimana diatur dalam UU No. 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri, seperti disebutkan pada Pasal 16, yang menyebutkan, bahwa pemberian kekebalan, hak istimewa, dan pembebasan dari kewajiban tertentu kepada perwakilan diplomatik dan konsuler, misi khusus, perwakilan Perserikatan Bangsa-Bangsa, perwakilan badan-badan khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa, dan organisasi internasional lainnya, dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan nasional serta hukum dan kebiasaan internasional. Namun demikian, masih di UU tersebut, pada Pasal 17 disebutkan ayat (1) bahwa berdasarkan pertimbangan tertentu, Pemerintah Republik Indonesia dapat memberikan pembebasan dari kewajiban tertentu kepada pihak-pihak yang tidak ditentukan dalam Pasal 16 dan ayat (2) pemberian pembebasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan berdasar pada peraturan perundang-undangan nasional. Penjelasan Pasal 17 tersebut di antaranya disebutkan, bahwa pembebasan dari kewajiban tertentu kepada pihak-pihak yang tidak disebutkan dalam Pasal 16 hanya dapat diberikan oleh pemerintah atas dasar kasus demi kasus, demi kepentingan nasional, dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan nasional. Dengan demikian, pemberian imunitas tersebut tidak boleh bertentangan dengan UU yang ada. Sehingga dalam hal ini, jika dugaan pelanggaran penyadapan oleh Australia melalui misi diplomatiknya telah dibuktikan, maka imunitas tersebut dapat dianggap bertentangan dengan UU yang berlaku, dalam hal ini UU Telekomunikasi dan UU ITE.
8. Kementerian Kominfo sejauh ini berpandangan, bahwa kegiatan penyadapan tersebut belum terbukti dilakukan atas kerjasama dengan penyelenggara telekomunikasi di Indonesia. Namun jika kemudian terbukti, maka penyeleggara telekomunikasi yang bersangkutan dapat dikenai pidana yang diatur daam UU Tekomunikasi dan UU ITE.
9. Bahwasanya kegiatan penyadapan oleh Australia tersebut sangat mengusik kedaulatan dan nasionalisme Indonesia adalah benar. Namun demikian Kementerian Kominfo melalui siaran pers ini menghimbau agar kepada para hacker untuk tidak melakukan serangan balik kepada pihak Australia. Hal itu selain dapat berpotensi memperburuk situasi, tetapi juga justru berpotensi melanggar UU ITE.
10. Juga perlu diingatkan kepada publik, bahwa apapun perakitan, perdagangan dan atau penggunaan perangkat sadap yang diperdagangkan secara bebas adalah suatu bentuk pelanggaran hokum, karena bertentangan dengan UU Telekomunikasi. Kementerian Kominfo tidak pernah memberikan sertifikasi perangkat sadap terkecuali yang digunakan oleh lembaga penegak hukum yang disebutkan pada Pasal 40 UU Telekomunikasi dan Pasal 31 UU ITE. Demikian pula anti sadap pun juga illegal, karena Kementerian Kominfo tidak pernah mengeluarkan sertidikat untuk perangkat (baik hard ware maupun software) anti sadap
http://www.postel.go.id/info_view_c_26_p_2080.htm

Baca Selengkapnya......

Softskill 2 : Pelanggaran Etika Dunia Maya yg Menyebabkan Pertikaian Sehingga Masuk ke Ranah Hukum



Terkait Penghinaan Islam Oleh Dosen Unimal

Usai disyahadatkan kembali oleh MPU seraya meminta agar Mirza Alfath (MA) dan masyarakat saling memaafkan, kasus penghinaan terhadap Islam di akun facebooknya reda di media, tetapi di jejaring sosial dan mulut ke mulut isu ini masih hangat dibicarakan. Kita pantas bersyukur masalahnya telah selesai, namun ada hal lain yang luput dari berbagai analisis. Penulis mendalami isu ini dari dua sisi, Pertama, sebenarnya heboh kejadian ini sangat dipengaruhi oleh faktor blow up media cetak hingga sang dosen mendapatkan kawalan polisi bagai seorang pejabat dan akhirnya mendapat sangsi dari rektor Universitas tempat ia bekerja.
Jika tidak, kasus ini mungkin akan berlalu dengan sendirinya di alam maya. Ke dua, dari sisi “bahan hinaan” yang diposting oleh yang bersangkutan, seharusnya menjadi perhatian khusus justru nyaris tidak “tersentuh”. Opini Hafnidar Hasbi (HH), dosen dari Universitas yang sama, (Freemason JIL dan Yahudi, Serambi, 30 /11/2012) sebenarnya juga tidak memberi jawaban spesifik untuk itu walaupun menurut HH secara pribadi MA mengaku sebagai penganut freemason.
Semua sepakat tentang keharusan mewaspadai gerakan laten freemason, JIL atau sejenisnya dengan berbagai upaya antisipatif yang disinggung panjang lebar dalam opini tersebut. Tetapi mengkooptasikan analisis dan kesimpulan bahwa yang bersangkutan memiliki keterkaitan organisatoris dengan Freemason, JIL atau Yahudi diperlukan pembuktian, jika tidak dikhawatirkan akan menjadi “senjata makan tuan”. Tuduhan tak berdasar, bahkan tidak tertutup kemungkinan akan mengarah ke ranah pidana.Al- Qur’an mengajarkan agar dalam menyikapi berbagai objek berita harus dimulai dengan prinsip dan langkah-langkah check, re-check and balance.
Selain itu, ada uraian HH yang sangat berpotensi menimbulkan bias bagi masyarakat luas untuk tidak dibenarkan berpikir kritis, misalnya HH menyebutkan bahwa latar belakang seorang jadi freemason disebabkan “..adanya pergulatan pikiran hebat yang terjadi dalam diri seseorang yang cenderung terlalu berpikir kritis terhadap fenomena di sekelilingnya” … Mereka siap melindungi dan terus merekonstruksi pemikirannya (cuci otak) melalui diskusi- diskusi, forum ilmiah, media cetak maupun elektronik.
Pernyataan ini bisa membunuh kebebasan media dan lembaga pendidikan, menggiring umat untuk tidak boleh berpikir kritis terhadap fenomena yang terjadi di sekitar plus persoalan global yang secara tidak langsung terkait dengan kita. Sebaliknya, diskusi kelompok kecil atau publik harus semakin digalakkan untuk memunculkan ide- ide brilian, merajut perbedaan- perbedan pandangan menjadi solusi alternatif mengenai masalah yang sedang dihadapi oleh masyarakat.
Di era Blackberry Messenger (BBM) ini, isu apapun bisa menyebar cepat setiap saat, sebab itu kita ingin agar reaksi massa tidak berujung pada “vonis dan hukuman” di luar penegak hukum/ lembaga peradilan. Seperti kasus Peulimbang yang kebetulan terjadi beruntun sebelum kasus MA, sebelumnya ada 'insiden' sekolah Fajar Hidayah, dan masih banyak lagi. Apalagi bila sampai mengakibatkan nyawa melayang “sia- sia”, karena kekerasan / pembunuhan dengan alasan dan dalam bentuk apapun di luar proses pengadilan tidak dibenarkan oleh hukum Negara/ Agama.
Dalam sebuah Hadits Rasul bersabda: ”Si pembunuh dan yang dibunuh masuk neraka”, maksudnya jika terjadi kasus saling serang/ bunuh, para terduga pelaku harus difasilitasi untuk berdamai secara kekeluargaan, jika tidak tercapai kesepakatan damai baru ditempuh jalur hukum. Bagaimanapun, orang yang masih hidup tetap terbuka kemungkinan untuk berdialog, diberi pencerahan dan bertaubat sebab Allah Maha menerima taubat, hanya saja tentu membutuhkan “pendekatan” dan waktu. Tidak sedikit orang yang awalnya menghujat Islam dari kalangan muslim atau nonmuslim, setelah memahami dengan benar dan bertaubat, tampil menjadi pembela Islam di garda terdepan seperti Umar Ibn Khattab RA.
Benar bahwa masyarakat memiliki kewajiban mengawasi pelaksanaan syari’at atau bila menduga ada praktik menyimpang, tetapi tetap harus berkoordinasi dengan pihak berwenang dan bila kemudian terbukti sipelaku belum menghentikan kegiatan nya, dengan kepala dingin dan seksama, tetap saja harus ditempuh upaya secara hukum bersama pihak berwenang. Bila tidak, situasi justru akan semakin panas, meruncing, tak terkendali sehingga tindakan fisik alam bawah sadar karena terbakar nafsu amarah. Dalam skala makro ini bisa merambat dan melahirkan dendam- dendam baru menjadi konflik horizontal berkepanjangan yang terlalu sulit untuk dipulihkan.
Nampaknya indikasi ke arah itu sudah ada karena ini bukan kasus pertama, na’ udzubillah. Hendaknya jangan sampai ada kesan “pembiaran” terhadap kasus- kasus seperti ini, akhirnya “mengendap” apalagi menganggapnya sebagai efek jera agar aliran sesat tidak terulang. Menurut antropolog muslim, akar munculnya aliran sesat adalah ideologi akibat “kekosongan spiritual” sehingga orang yang notabene berpendidikanpun bisa terjangkit, kasarnya, orang yang menganut sebuah ideologi dalam kadar yang ekstrim “tidak takut mati”. Untuk melawannya diperlukan gerakan “counter ideologi” secara sistematis di semua lini terutama oleh kalangan Ulama Dayah, Kampus, LSM, Pemerintah dan tokoh masyarakat karena tindakan fisik berresiko semakin menyuburkannya.
Memang tidak mudah, mungkin jika penulis berada di lokasi juga akan serba spontan dan emosional, manusiawi. Tetapi yang harus diingat bahwa jangan sampai niat membela agama (syari’at) dalam hitungan menit berubah menjadi bumerang tanpa sadar merusak sendi- sendi sosial dan ukhuwwah Islamiyyah yang mudah sekali dimanfaatkan oleh kelompok tertentu termasuk jaringan freemason, JIL, Yahudi dan lain- lain. Bahkan orang Islam anti- syari’at sendiri untuk kepentingan merusak syari’at dari dalam.
Ke luar, mereka mempromosikan “wajah Islam” (syi’ar) yang angker dan menyeramkan, bahkan yang lebih miris bukan hanya dari isu- isu ekternal Islam, isu internal Islam seperti perbedaan aliran keislaman (mazhab) yang dibenarkan oleh agama pun selama ini faktanya lebih ampuh ‘menggerogoti’ fondasi persatuan dan menyulut permusuhan sesama umat Islam.
Kembali ke MA, dari sisi “bahan olok- olok”, sebagian postingnya merupakan klaim atau pertanyaan- pertanyaan ‘biasa’ yang telah lama berkembang dalam kajian keislaman sehingga tidak seluruhnya murni penghinaan tapi juga faktor keawaman. Untuk itu, tidak semuanya harus dikemukakan atau dijawab melalui karya ilmiah/ ilmiah populer seperti saran Hasan Basri M. Nur (Al- Qura’n Bukan Skripsi, Serambi, 7/12/2012). Status dan komentar jejaring sosial juga merupakan ruang lingkup tersendiri dalam membangun kultur peradaban.
Hadits Rasulullah memberi bimbingan untuk ini: “Berbicaralah kepada manusia menurut tingkat pemahamannya”. Artinya ada level kajian tertentu yang merupakan “konsumsi” forum terbatas tidak boleh disebarkan ke publik tampa “sensor”. Nah, dengan berprasangka baik, di sinilah letak herannya, dari sekian banyak facebooker yang sudah lama berdebat dengan MA tidak adakah yang mampu menjawab ‘celotehan- celotehan liar’ nya sehingga butuh “bantuan” media cetak? Ada apa di balik ini?
Beruntung dan respek kepada respon cepat aparat keamanan, kebijakan MPU dan sikap warga dalam menyikapi “efek negatif” dari surat pembaca (T. Zulkhairi, Droe keu droe, Serambi, 20/11/2012) tidak berakibat fatal.
Wahbah Zuhaily, Pakar Hukum Islam Internasional di sela- sela kunjungannya ke Aceh beberapa waktu lalu, sempat mengingatkan Aceh agar tidak “overdosis” menghadapi berbagai kritikan penegakan syari’at Islam. Ia menegaskan: “bahwa Aceh sedang mengemban tugas besar, jalannya masih panjang dan terjal, pada hakikatnya menjawab kritik dengan cara- cara yang cerdas dan proporsional adalah bagian fundamental dari syari’at itu sendiri yang sangat dikedepankan sejak era Nabi Muhammad SAW”.
Karenanya, diperlukan kehati hatian dalam memblow up isu- isu sensitif di media massa sehingga tidak perlu “membakar lumbung padi hanya untuk menangkap seekor tikus”. Pola pengelolaan dan respon isu via media massa secara terukur dan objektif dari ‘subjek berita’, ‘objek berita’ dan ‘publik’ akan berdampak positif bagi terciptanya keseimbangan antara etika dan kebebasan berekspresi di dunia maya. Tentu saja bukan ’kebebasan mutlak’ ala- barat.
Sebagai contoh, penulis coba menjawab posting MA tanggal 3 Juli 2012; "Hukum Syariah jelas banyak sekali kelemahan dan kekurangan, ia sudah tidak layak lagi dipertahankan bagi manusia modern dan masyarakat maju. Hukum syariah hanya cocok pada jamannya ketika manusia masih minim ilmu pengetahuan”. Salah satu kelemahan syariah Islam adalah bahwa hukum-hukumnya tidak pernah memperkenankan 'bukti- bukti lapangan' dan ilmu pengetahuan dalam mengambil keputusan hukum, ia hanya bersandar pada saksi-saksi yang ter-reputasi, misalnya dalam kasus pemerkosaan, “korban harus membawa 4 orang saksi yang melihat langsung untuk menjatuhi hukuman kpd tersangka". Sementara dalam kasus perzinahan, perempuan hamil cukup dijadikan bukti perzinahan telah terjadi untuk di rajam (meskipun hukum rajam sendiri tidak diatur dalam Al-Quran). Adakah keadilan dalam hukum Allah yang katanya Maha Adil itu?" (rilis theglobejournal.com, 23/11/2012).
Kesimpulan di atas rancu, dalam sistem hukum Islam, saksi bukan satu- satunya alat bukti. Secara tersurat Al- Qur’an baik untuk kasus pemerkosaan atau zina memang tidak menggunakan istilah alat bukti (al- bayyinah), tetapi istilah ini diterangkan lebih lanjut dalam Hadits. Lafaz al- bayyinah memiliki makna tak terbatas mencakup segala sesuatu yang sah dan bisa menjadi alat bukti di pengadilan seperti surat- surat, alat pemeriksaan setempat (bukti- bukti lapangan). Keterangan ahli termasuk bantuan iptek/ sains seperti tes medis (DNA) untuk kasus pemerkosan/ perzinahan, uji laboratorium biji kopi luwak dan lain- lain sehingga sangat layak dipertahankan bagi manusia super modern sekalipun.
Yang tidak realistis, bila al- Qur’an/ Hadits menyebut DNA, laboratorium, CCTV dan sebagainya yang belum ada pada saat diwahyukan oleh Allah. Harusnya 4 orang atau 2 orang saksi yang ter- reputasi sesuai konteksnya di mana kondisi waktu itu saksi masih merupakan alat bukti yang dominan dan meminimalisir terjadinya kesaksian palsu. Inilah letak keadilan Allah yang Maha Tahu dan Maha adil. Ya, semoga MA menjadi yang terakhir, bila ia serius ingin mempertahankan pahamnya, silahkan berargumen “seliar- liarnya” di forum- forum tertentu bersama para ahli. Kalaupun ingin memposting di jejaring sosial jangan lupa menuliskan kata- kata ”status dan komentarnya bukan untuk konsumsi media cetak (publik)!”.

Baca Selengkapnya......

Softskill 1 : Etika Profesi


Network Engineer
Profesi network engineer adalah salah satu profesi yang cukup diminati karena salah satu profesi IT dengan panghasilan yang lumayan. Jenjang karir profesi ini cukup jelas dan umumnya IT management dijabat oleh orang-orang yang berlatar belakang profesi ini (berdasarkan pengamatan saya..). Profesional di bidang ini umumnya memegang sertifikat CCNA, CCNP ataupun CCIE. Dengan memegang sertifikat ini, skill mereka dapat diakui secara internasional dan lebih memudahkan dalam memperoleh pekerjaan di negeri seberang.
Network engineer biasanya dipekerjakan di provider-provider jaringan atau perusahaan multi nasional dan atau yang berskala enterprise. Perusahaan-perusahaan tersebut membutuhkan interkoneksi data antar cabang di kota-kota yang jauh atau negara lain. Untuk itu diperlukan interkoneksi jaringan melalui WAN (Wide Area Network) dan konfigurasi LAN yang sesuai di kantor pusat dan kantor cabang.
Tugas Network Engineer:
  1. Mendesain dan membangun infrastruktur jaringan baik LAN maupun WAN
  2. Memberikan solusi terbaik dalam hal infrastruktur jaringan baik dalam hal peralatan yang digunakan, efisiensi, reliability, security dan aspek-aspek lain yang terkait
  3. Memastikan suatu infrastruktur jaringan computer dapat berfungsi dengan baik.
Keahlian yang Diperlukan:
  1. Menguasai konsep dasar mengenai jaringan seperti topologi, protokol-protokol komunikasi, standar-standar networking, media komunikasi data dan keamanan jaringan baik LAN maupun WAN
  2. Menguasai konsep dan desain infrastruktur jaringan dan troubleshooting-nya
  3. Menguasai desain, instalasi dan terminasi media jaringan seperti kabel tembaga/UTP, fiber optic, Wireless communication dll
  4. Menguasai setting, pemanfaatan dan troubleshooting perangkat jaringan seperti router, switch, firewall, proxy, modem dll
  5. Memahami instalasi dan setting PC dan server yang bisa digunakan dalam infrastruktur jaringan seperti domain controller, proxy, filrewall, mailserver dll
  6. Menguasai secara teknis dan praktis mengenai keamanan jaringan / sistem
Uraian pekerjaan
Jaringan insinyur bertanggung jawab untuk memasang, memelihara dan mendukung jaringan komputer komunikasi dalam organisasi atau antar organisasi. Tujuan mereka adalah untuk memastikan kelancaran operasional jaringan komunikasi untuk memberikan kinerja maksimum dan ketersediaan bagi pengguna mereka, seperti staf, klien, pelanggan dan pemasok.
Jaringan insinyur dapat bekerja secara internal sebagai bagian dari organisasi tim IT support atau eksternal sebagai bagian dari sebuah perusahaan konsultan IT jaringan bekerja sama dengan sejumlah klien.
jabatan lain yang digunakan untuk merujuk pada jenis pekerjaan termasuk dukungan jaringan, insinyur dukungan, dukungan IT engineer, dukungan helpdesk, administrator jaringan, insinyur Novell dukungan, dukungan lini pertama, dukungan lini kedua, insinyur keamanan dan arsitek jaringan.
Khas aktivitas pekerjaan
Karya ini dipengaruhi oleh ukuran dan jenis organisasi mempekerjakan. Dalam sebuah bank investasi besar misalnya, seorang insinyur jaringan mungkin memiliki tanggung jawab spesifik untuk satu wilayah dari sistem. Dalam sebuah perusahaan kecil, insinyur mungkin troubleshooter untuk hampir semua masalah yang berhubungan dengan TI yang muncul.
Ada berbagai jenis jaringan, seperti:
  • jaringan area lokal (LAN), menghubungkan area terbatas seperti kantor, rumah atau sekelompok kecil bangunan;
  • metropolitan area network (MAN), menghubungkan area yang luas seperti kampus atau kota;
  • luas area jaringan (WANSs, yang link nasional atau internasional;
  • global area jaringan (Gans), menggabungkan semua yang di atas dengan teknologi satelit komunikasi mobile. Jenis jaringan yang akan mempengaruhi tanggung jawab insinyur.
Aktivitas kerja khas biasanya termasuk:
  • menginstal, mendukung dan memelihara hardware server baru dan infrastruktur perangkat lunak;
  • mengelola email, anti-spam dan perlindungan virus;
  • pengaturan account pengguna, perizinan dan password;
  • pemantauan penggunaan jaringan;
  • memastikan penggunaan biaya yang paling efektif dan efisien server;
  • menyarankan dan memberikan solusi TI untuk masalah-masalah bisnis dan manajemen;
  • memastikan bahwa semua peralatan IT sesuai dengan standar industri;
  • menganalisis dan mengatasi kesalahan, mulai dari sistem crash besar password yang terlupakan;
  • melakukan langkah-langkah pencegahan rutin dan menerapkan, memelihara dan pemantauan keamanan jaringan, terutama jika jaringan terhubung ke internet;
  • menyediakan pelatihan dan dukungan teknis untuk pengguna dengan berbagai tingkat pengetahuan IT dan kompetensi;
  • pengawasan staf lain, seperti teknisi help-desk;
  • bekerja sama dengan departemen lain / organisasi dan bekerjasama dengan staf TI lainnya;
  • perencanaan dan pelaksanaan pembangunan masa depan IT dan melakukan pekerjaan proyek;
  • mengelola website dan menjaga jaringan internal berjalan;
  • pemantauan penggunaan web oleh karyawan.

Keterampilan Teknis dan Persyaratan Network Engineer
  1. Certifications: MCSE, CCNA, CCNP, CCIE, CNE Sertifikasi: MCSE, CCNA, CCNP, CCIE, CNE
  2. Education: Bachelor’s Degree in Computer Science, Information Technology or similar. Pendidikan: Sarjana Ilmu Komputer, Teknologi Informasi atau mirip.
  3. Systems: Windows, Cisco Systems, UNIX, Linux, Novell Sistem: Windows Novell, Cisco Systems, UNIX, Linux,
  4. Networking: Switches, Routers, Hubs, Servers, Cables, Racks, Firewalls, LAN, WAN, TCP/IP, DNS, UDP, Latency, VoIP, QoS, EIGRP, BGP, OSPF, NHRP, ATM, PPP, MPLS Networking: Switch, Router, Hub, Server, Kabel, Racks, Firewall, LAN, WAN, TCP / IP, DNS, UDP, Latency, VoIP, QoS, EIGRP, BGP, OSPF, NHRP, ATM, PPP, MPLS
http://iceteaqomah.wordpress.com/2011/05/25/etika-profesi/

Baca Selengkapnya......