Pelanggaran Penyadapan Australia
Dari Aspek UU Telekomunikasi Dan UU ITE
(Jakarta, 18 November 2013). Menanggapi
sejumlah pemberitaan hari ini terkait dengan beberapa kali tindakan penyadapan
yang dilakukan oleh Australia terhadap sejumlah pejabat pemerintah Indonesia,
bersama ini disampaikan sikap dan pandangan Kementerian Kominfo sebagai
berikut:
1. Kementerian Kominfo searah dengan penyataan Menteri
Luar Negeri Marty Natalegawa dalam jumpa persnya pada tanggal 18 November 2013
sangat menyesalkan tindakan penyadapan yang dilakukan oleh Australia.
2. Untuk langkah selanjutnya, Kementerian Kominfo akan
menunggu langkah-langkah berikutnya dari Kementerian Luar Negeri mengingat
penanganan masalah tersebut “leading sector”-nya adalah Kementerian Luar Negeri
Republik Indonesia.
3. Sikap sangat keprihatinan dan sangat kecewa yang
ditunjukkan oleh Kementerian Kominfo ini selain berdasarkan aspek hubungan
diplomatik, juga karena mengacu pada aspek hukum, karena bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan, yaitu UU No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi
dan UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
4. Pasal 40 UU Telekomunikasi menyebutkan, bahwa
setiap orang dilarang melakukan kegiatan penyadapan atas informasi yang
disalurkan melaiui jaringan telekomunikasi dalam bentuk apapun. Demikian pula
Pasal 31 ayat UU ITE menyebutkan ayat (1) bahwa setiap orang dengan sengaja dan
tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atau penyadapan atas
informasi elektronik dan / atau dokumen elektronik dalam suatu komputer dan /
atau elektronik tertentu milik orang lain; dan ayat (2) bahwa setiap orang
dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atas transmisi
informasi elektronik dan / atau dokumen elektronik yang tidak bersifat publik
dari, ke, dan di dalam suatu komputer dan / atau dokumen elektronik tertentu
milik orang lain, baik yang tidak menyebabkan perubahan apapun maupun yang
menyebabkan adanya perubahan, penghilangan dan / atau penghentian informasi
elektronik dan / atau dokumen elektronik yang sedang ditransmisikan.
5. Memang benar, bahwa dalam batas-batas dan tujuan
tertentu, penyadapan dapat dimungkinkan untuk tujuan-tujuan tertentu tetapi
itupun berat pesyaratannya dan harus izin pimpinan aparat penegak hukum,
sebagaimana disebutkan pada Pasal 42 UU Telekomunikasi menyebutkan (ayat 1),
bahwa penyelenggara jasa telekomunikasi wajib merahasiakan informasi yang
dikirim dan atau diterima oleh pelanggan jasa telekomunikasi melalui jaringan
telekomunikasi dan atau jasa telekomunikasi yang diselenggarakannya; dan ayat
(2) bahwa untuk keperluan proses peradilan pidana, penyelenggara jasa
telekomunikasi dapat merekam informasi yang dikirim dan atau diterima oleh
penyelenggara jasa telekomunikasi serta dapat memberikan informasi yang
diperlukan atas: a. permintaan tertulis Jaksa Agung dan atau Kepala Kepolisian
Republik Indonesia untuk tindak pidana tertentu; b. permintaan penyidik untuk
tindak pidana tertentu sesuai dengan Undang-undang yang berlaku. Demikian pula
kemungkinan penyadapan yang dibolehkan dengan syarat yang berat pula yang
diatur dalam Pasal 31 ayat (3) UU ITE yang menyebutkan, bahwa kecuali
intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), intersepsi yang
dilakukan dalam rangka penegakan hukum atas permintaan kepolisian, kejasaan,
dan / atau institusi penegak hukum lainnya yang dilakukan berdasarkan
undang-undang.
6. Ancaman pidana terhadap kegiatan penyadapan adalah
sebagaimana diatur dalam Pasal 56 UU Telekomunikasi yaitu penjara maksimal 15
tahun penjara dan Pasal 47 UU ITE yaitu penjara maksimal 10 tahun penjara dan
atau denda paling banyak Rp 800.000.000,-
7. Memang benar, bahwa misi diplomatik asing
dimungkinkan untuk memperoleh kekebalan diplomatik sebagaimana diatur dalam UU
No. 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri, seperti disebutkan pada Pasal
16, yang menyebutkan, bahwa pemberian kekebalan, hak istimewa, dan pembebasan
dari kewajiban tertentu kepada perwakilan diplomatik dan konsuler, misi khusus,
perwakilan Perserikatan Bangsa-Bangsa, perwakilan badan-badan khusus
Perserikatan Bangsa-Bangsa, dan organisasi internasional lainnya, dilakukan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan nasional serta hukum dan kebiasaan internasional.
Namun demikian, masih di UU tersebut, pada Pasal 17 disebutkan ayat (1) bahwa
berdasarkan pertimbangan tertentu, Pemerintah Republik Indonesia dapat
memberikan
pembebasan dari kewajiban tertentu
kepada pihak-pihak yang tidak ditentukan dalam Pasal
16 dan ayat (2) pemberian pembebasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dilaksanakan berdasar pada
peraturan perundang-undangan
nasional. Penjelasan Pasal 17 tersebut di antaranya disebutkan, bahwa
pembebasan dari kewajiban tertentu kepada pihak-pihak yang tidak disebutkan
dalam Pasal 16 hanya dapat diberikan oleh pemerintah atas dasar kasus demi
kasus, demi kepentingan nasional, dan tidak bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan nasional. Dengan demikian, pemberian imunitas tersebut tidak
boleh bertentangan dengan UU yang ada. Sehingga dalam hal ini, jika dugaan
pelanggaran penyadapan oleh Australia melalui misi diplomatiknya telah
dibuktikan, maka imunitas tersebut dapat dianggap bertentangan dengan UU yang
berlaku, dalam hal ini UU Telekomunikasi dan UU ITE.
8. Kementerian Kominfo sejauh ini berpandangan, bahwa
kegiatan penyadapan tersebut belum terbukti dilakukan atas kerjasama dengan
penyelenggara telekomunikasi di Indonesia. Namun jika kemudian terbukti, maka
penyeleggara telekomunikasi yang bersangkutan dapat dikenai pidana yang diatur
daam UU Tekomunikasi dan UU ITE.
9. Bahwasanya kegiatan penyadapan oleh Australia
tersebut sangat mengusik kedaulatan dan nasionalisme Indonesia adalah benar.
Namun demikian Kementerian Kominfo melalui siaran pers ini menghimbau agar
kepada para hacker untuk tidak melakukan serangan balik kepada pihak Australia.
Hal itu selain dapat berpotensi memperburuk situasi, tetapi juga justru
berpotensi melanggar UU ITE.
10. Juga perlu diingatkan kepada publik, bahwa apapun
perakitan, perdagangan dan atau penggunaan perangkat sadap yang diperdagangkan
secara bebas adalah suatu bentuk pelanggaran hokum, karena bertentangan dengan
UU Telekomunikasi. Kementerian Kominfo tidak pernah memberikan sertifikasi
perangkat sadap terkecuali yang digunakan oleh lembaga penegak hukum yang
disebutkan pada Pasal 40 UU Telekomunikasi dan Pasal 31 UU ITE. Demikian pula
anti sadap pun juga illegal, karena Kementerian Kominfo tidak pernah
mengeluarkan sertidikat untuk perangkat (baik hard ware maupun software) anti
sadap
http://www.postel.go.id/info_view_c_26_p_2080.htm
Baca Selengkapnya......